Perlu kita ketahui bahwa posisi BI
dalam menjalankan tugasnya berupa kebijakan dalam
pengaturan dan pengawasan bank yang termasuk ke dalam tiga pilar
bank Indonesia telah digantikan posisinya oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
pada tanggl 27 Oktober 2011. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan
akuntabel. Otoritas Jasa Keuangan diperlukan untuk mewujudkan perekonomian
nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, maka harus ada
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan, stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Untuk membantu dalam mewujudkan hal-hal diatas maka diperlukan
suatu Undang-undang yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011
mengenai Otoritas Jasa Keuangan. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
Otoritas Jasa Keuangan memiliki asas independensi, asas kepastian hukum, asas
kepentingan umum, asas keterbukaan, asas profesionalitas, asas integritas, dan
asas akuntabilitas.
Otoritas Jasa Keuangan dipimpin oleh
Dewan Komesioner yang mempunyai anggota-anggota yang disebut dengan Kepala
Eksekutif yang memiliki tugas untuk memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan
jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner. Ketua, wakil ketua, dan anggota dewan
komesioner diangkat dan ditetapkan dengan keputusan Presiden. Dewan
Komesioner bersifat kolektif dan kolegial yang beranggotakan 9 orang anggota
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dewan Komesioner dapat mengangkat
dan memberhentikan pejabat dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa
Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. Sektor jasa keuangan merupakan lembaga yang melaksanakan kegiatan di
sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Lambaga Pembiayaan disini adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga
pembiayaan. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya maksudnya adalah pergadaian, lembaga
penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder
perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang
bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan
kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai
pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat
wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh Otoritas
Jasa Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini berdasarkan
Pasal 55 bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya beralih dari Menteri Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan. Kedepannya sejak tanggal 31 Desember 2013,
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di
sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Artinya
kedepannya akan ada pengrekrutan pegawai Bank Indonesia untuk dipekerjakan di
Otoritas Jasa Keuangan serta pengrekrutan pegawai Bapepam-LK yang juga
dipekerjakan di Otoritas Jasa Keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan di sektor Perbankan Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang
sebagai berikut :
a. Pengaturan
dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1.
Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi
dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. Kegiatan
usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;
b.
Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1.
Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan
pencadangan bank;
2.
Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3.
Sistem informasi debitur;
4.
Pengujian kredit (credit testing); dan
5. Standar
akuntansi bank.
c.
Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
1.
Manajemen risiko;
2.
Tata kelola bank;
3.
Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4.
Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d.
Pemeriksaan bank.
Dalam hal perlindungan Konsumen dan
masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan
kerugian Konsumen dan masyarakat sebagai berikut :
a.
Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor
jasa keuangan, layanan, dan produknya; dan
b.
Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan
tersebut berpotensi merugikan masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan memiliki anggaran
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pungutan dari
pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Anggran ini digunakan Otoritas Jasa Keuangan untuk
membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset serta kegiatan
pendukung lainnya.
Koordinasi dan Kerja Sama OJK dengan BI
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK
berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di
bidang Perbankan antara lain:
a.
Kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
b.
Sistem informasi perbankan yang terpadu;
c.
Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan
pinjaman komersial luar negeri;
d.
Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;
e. Penentuan
institusi bank yang masuk kategori systemically important bank; dan data
lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas,
dan wewenangnya Bank Indonesia memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank
tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank
tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu
kepada Otoritas Jasa Keuangan tetapi Bank Indonesia tidak dapat memberikan
penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.
Beberapa koordinasi Otoritas Jasa
Keuangan dengan Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Pinjaman Simpanan dapat
dilihat sebagai berikut :
(1)
Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan
mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
(2) Otoritas
Jasa Keuangan mengindikasikan bank tertentu yang mengalami kesulitan likuiditas
dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, Otoritas Jasa Keuangan segera
menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai
dengan kewenangan Bank Indonesia.
(3) Lembaga
Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan
fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan Otoritas
Jasa Keuangan.
(4) Otoritas
Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun
dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
Kesimpulan
Kesimpulan
Maka dapat disimpulkan Otoritas Jasa
Keuangan berada di luar Pemerintah, yang tidak menjadi bagian dari kekuasaan
Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan
Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di
sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan
otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu,
lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas tersebut
secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam
rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal,
moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan
guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan
global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran
informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan
Referensi :
www.bi.go.id
Untuk tambahan informasi terkait postingan di atas bisa juga lihat di link : http://pena.gunadarma.ac.id/penilaian-kesehatan-bank-rgec-risk-profile-2/
BalasHapus