:)

:)
WELCOME TO MY BLOG :) HAPPY READING :) I HOPE USEFUL FOR YOU !!! AND PLEASE LEAVE A COMMENT :)

Jumat, 13 April 2012

Ujian BLK : "Beralih Hati ke Bank Syariah"



            Di era saat ini sudah marak terdapat Bank Syariah dimana-mana, Bank Syariah ini menjadi tandingan Bank-bank Umum yang telah diketahui masyarakat sebelumnya. Melihat begitu menjamurnya Bank Syariah saat ini, saya mencoba menjelaskan mengenai Bank Syariah. Menurut pengertiannya, Perbankan Syariah ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan ushanya. Perbankan syariah pada umumnya sama dengan perbankan lainnya yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang. Bank syariah muncul sejak dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada akhir Desember 2003 yang menyatakan bahwa bunga bank haram hukumnya maka semua praktik bisnis yang menggunakan instrument bunga menjadi haram. Untuk lebih jelasnya mengapa bunga bank haram hukumnya, mari kita lihat kutipan fatwa MUI dibawah ini.

Kutipan Fatwa MUI

            Berikut ini beberapa kutipan fatwa MUI No.1 tahun 2004 tentang bunga. Fatwa pertama yang dikeluarkan MUI yaitu mengenai bunga dan riba. Menurut MUI, bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan presentase. Pada fatwa tersebut MUI juga mengeluarkan kutipan mengenai riba, menurutnya riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yan diperjanjikan sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba nasi’ah.

         Fatwa kedua yang dikeluarkan MUI yaitu mengenai hukum bunga. Menurutnya, praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktik pembungaan ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya. Praktik pembungaan tersebut hukumnya adalah haram baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modalm pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

           Fatwa ketiga yang dikeluarkan oleh MUI yaitu mengenai bermuamalah dengan lembaga keuangan konvensional. Menurutnya, untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari’ah dan mudah dijangkau, maka tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga. Sedangkan untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari’ah maka diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip darurat/hajat.

Mekanisme & Sistem Operasi Bank Syariah

            Pada Bank Syariah, jika nasabah investor melakukan investasi pada bank syariah, maka investor tersebut tidak mendapatkan imbalan bunga karena bank syariah tdak beroprasi berdasarkan sistem bunga tetapi berdasarkan sistem bagi hasil. Jadi investor yang menginvestasikan dananya akan mendapatkan bagi hasil. Dibawah ini gambar mekanisme dan sistem operasi pada bank syariah :


 Dari gambar tersebut dapat dijelaskan seperti berikut ini :

1. Nasabah investor menyerahkan dananya kepada bank untuk dikelola.
2. Bank melakukan penjualan cicilan, kemudian bank melakukan :
    a. Bank memberikan bagian keuntungan penjualan kepada nasabah
    b. Bank mencatat pembayaran modal dan keuntungan bank
3. Bank melakukan sewa cicilan, kemudian bank melakukan :
    a. Bank memberikan bagian keuntungan kerjasama usaha kepada nasabah
    b. Bank mencatat pembayaran modal dan keunutngan bank

            Dengan sistem ini, para nasabah investor dapat mengawasi kinerja bank syariah  secara langsung. Bila jumlah keuntungan yang dihasilkan bank dari pembiayaan semakin besar, maka bagi hasil unutk nasabah investor juga semakin besar. Dan sebaliknya jika bagi hasil yang diterima nasabah semakin kecil, maka hal itu disebabkan oleh menurunya kemampuan bank syariah dalam menghasilkan keuntungan. Dengan begitu dapat disimpulkan jika bagi hasil yang siterima nasabah investor terus mengecil tanpa adanya peningkatan maka dapat dikatakan bahwa bank syariah tersebut semakin tidak efisien.


Statistik Perbankan Syariah

            Data yang digunakan dalam statistik perbankan syariah ini bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) dan Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (LapBul BPRS) kecuali dinyatakan lain. Dan Data Non Performing yang ditampilkan merupakan Non Performing gross yaitu tanpa memperhitungkan penyisihan yang dibentuk untuk mengantisipasi risiko kerugian. Berikut ini data-data yang berkaitan dengan perbankan syariah :

1. Jaringan kantor perbankan syariah



            Dilihat dari jaringan kantor perbankan syariah, pada bank umum syariah jumlah kantor yang ada dari tahun 2006 - Januari 2012 selalu mengalami peningkatan, tetapi tidak pada jumlah bank umum syariah yang hanya mengalami kenaikan dari tahun 2006-2010 dan kemudian bertahan di tempat dari tahun 2011-2012 dengan jumlah 11 bank umum syariah.

            Jika dilihat dari unit usaha syariah yaitu tepatnya dilihat dari jumlah bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS), dapat dilihat terdapat jumlah yang fluktuatif dari tahun 2006 – Januari 2012 dengan jumlah bank umum konvensional yang memiliki UUS terendah yaitu sebesari 20 pada tahun 2006 dan yang terbesar jumlahnya pada tahun 2008 sebesar 27 bank. Demikian pula dengan jumlah kantor UUS yang mengalami fluktuatif dari tahun ke tahunnya.

            Dan jika dilihat dari bank pembiayaan rakyar syariah, untuk jumlah bank-nya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahunnya walaupun ada beberapa tahun yang memiliki jumlah bank yang tetap atau tidak mengalami kenaikan. Sedangkan untuk jumlah kantor bank pembiayaan rakyat syariah dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan.

            Maka dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah terus berupaya untuk menaikan jumlah bank maupun jumlah kantornya agar masyarakat mudah menjangkau bank syariah tersebut saat melakukan transaksi, hal ini juga dikarenakan Bank Syariah ingin bersaing dengan bank konvensional seperti yang dilihat dari banyak bank umum konvensional telah banyak memiliki unit usaha syariah.

2. Neraca Gabungan Bank Umum Syariah dengan Unit Usaha Syariah



            Dari tabel tersebut terlihat pada total aktiva terus mengalami kenaikan dari tahun 2006 sebesar Rp 26,772,000,000 hingga Desember 2011 dengan jumlah Rp 145,467,000 dan mengalami penurunan pada Januari 2012 menjadi Rp 143,888,000. Pada sisi pasiva dapat dilihat bahwa laba tahun berjalan terlihat fluktuatif dari tahun ke tahunnya dengan laba tahun berjalan terendah sebesar Rp. 148.000.000. pada Januari 2011 dan laba tahun berjalan tertinggi sebesar Rp. 1,515,000,000.

            Maka dapat disimpulkan dari tabel neraca gabungan pembagian hasil untuk para nasabah investor tergantung dengan  jumlah laba yang diterima dari tahun ke tahunnya. Jika jumlah laba meningkat maka pembagian hasil meningkat, dan sebaliknya.


3. Laporan Laba Rugi Gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah



            Jika dilihat dari tabel tersebut, total pendapatan yang terjadi ialah fluktuatif. Dengan total pendapatan terendah sebesar Rp. 1,382,000,000 yang terjadi pada Januari 2012 dan yang tertinggi sebesar Rp. 15,412,000,000. Jika dilihat dari total beban yang ada yang terjadi ialah fluktuatif juga dengan total beban terendah pada Januari 2011 sebesar Rp. 965,000,000 dan yang tertinggi pada Desember 2012 dengan Rp. 13,000,000,000. Begitu juga dengan laba setelah taksiran pajak penghasilan yang terjadi ialah fluktuatif dengan laba terendah sebesar Rp. 127,000,000 pada Januari 2012 dan laba tertinggi pada Desember 2011 sebesar Rp 1,515,000,000.


Kesimpulan

            Dari keseluruhan yang ada maka dapat disimpulkan Bank Syariah  sudah tidak asing lagi dimata masyarakat. Hal itu dapat dilihat dengan bertambahnya jumlah jaringan kantor perbankan syariah di Indonesia dan bertambahnya bank umum konvensional yang telah membuat unit usaha syariah pada bank-nya. Kini bank umum konvensional tidak dapat meremehkan bank syariah karena masyarakat telah banyak yang beralih ke bank syariah. Hal ini dikarenakan masyarakat mengetahui bank syariah lebih menguntungkan dan memiliki resiko yang lebih kecil dari pada bank umum konvensional. Dan juga hal ini dikarenakan sebagian masyarakat muslim yang mengetahui riba itu haram maka mereka beralih ke bank syariah. Hal itu sesuai dengan salah satu surat di Al-qur’an “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhan-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”. (QS. Al-Baqarah : 275). Dengan banyaknya masyarakat yang berpindah ke bank syariah maka dapat dikatakan bank syariah perlahan-lahan mempertahankan eksistensinya pada dunia perbankan.


Referensi :

www.bi.go.id

Kamis, 12 April 2012

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Bank Syariah


            Penilaian tingkat kesehatan bank dimonitori oleh Bank Indonesia demi tercapainya kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar wajar yang akan mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan membawa dampak positive bagi rakyat yaitu meningkatnya kesejahteraan rakyat. Penilaian kesehatan bank ini menjadi titik ukur kinerja perbankan nasional. Jadi pada dasarnya setiap bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Tata cara penilaian kesehatan bank ini secara umum telah mengalami perubahan pada tahun 2004 menjadi CAMELS dan perubahan selanjutnya pada tahun 2011 yang disingkat RGEC. Perubahan-perubahan tersebut menggantikan peraturan penilaian tingkat kesehatan bank yang pertama kali diberlakukan pada tahun 1999 yaitu CAMEL.


Penilaian CAMELS

            Penilaian CAMELS ada di dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 dan ketentuan pelaksanaannya ada di dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Komponen penilaian CAMELS mengarah pada ukuran-ukuran kinerja perusahaan secara internal seperti permodalan (Capital), kekayaan (Asset Quality), manajemen (Management), keuntungan (Earning Power), dan likuiditas (Liquidity), dan Sensitivity to Market Risk. Komponen penilaian Sensitivity to Market Risk ditambahkan pada CAMELS agar bank-bank dapat memiliki kepekaan terhadap resiko pasar dalam pengelolaan dana masyarakat. Ketentuan penilaian kesehatan Bank menggunakan CAMELS seperti berikut ini :

1. Penilaian CAMELS hanya diketahui oleh Bank Indonesia dan manajemen bank yang dinilai saja. Maka dapat dikatakan penilaian ini bersifat rahasia.

2. Perhitungan CAMELS terlebih dahulu dilakukan oleh manajemen bank atau bersifat self-assesment yang selanjutnya Bank Indonesia akan melakukan konfirmasi dan evaluasi terhadap hasil perhitungan self-assesment sebelum memutuskan hasil akhir perhitungan. Perhitungan-perhitungan ini tidak dipublikasikan kepada masyarakat.

3. Perhitungan CAMELS tidak hanya bersifat kuantitatif dalam bentuk matriks penilaian tetapi juga bersifat kualitatif dalam bentuk “expert judgment”. Hasil penilaian kualitatif berupa “komposit 1” yang artinya “sangat baik” atau “sehat” sampai “Komposit 5” yang memiliki arti “buruk” atau “tidak sehat”. Penilaian kualitatif dapat dilihat dari matrik sebagai berikut :

FAKTOR
PERINGKAT
1
2
3
4
5
1.Permodalan

2.Kualitas Aset

3.Manajemen

4.Rentabilitas

5. Likuiditas

6.Sensitivitas     Terhadap Resiko Pasar
Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan.
Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan. Namun bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin
Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila bank tidak segera melakukan tindakan korektif.
Bank tergolong kurang baik dan sensitive terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau bank memiliki kelemahan keuangan yang serius / kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitive terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

            Intinya untuk penilaian pada CAMELS ini, mau bank umum dan bank syariah memiliki tata cara penilaian kesehatan yang berbeda. Perbedaan ini hanya terletak pada faktor sensitivity to market risk yang tidak menjadi faktor dalam pehitungan penilaian kesehatan oleh bank syariah.


 Penilaian RGEC

            Metode RGEC ini mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum yang dikeluarkan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 menggantikan metode CAMELS. metode RGEC ini telah mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2012. RGEC sendiri merupakan singkatan dari Profil risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital). Secara keseluruhan metode RGEC tidak jauh berbeda dengan metode sebelumnya, CAMELS. Perbedaan tersebut ada pada penilaian tetap yang bersifat self assessment oleh masing-masing bank setiap semester, tetapi Bank Indonesia akan melakukan pemeriksaan sebagai langkah validasi atau konfirmasi terhadap penilaian yang dilakukan oleh pihak bank. Jika terdapat perbedaan hasil penilaian tingkat kesehatan bank yang dilakukan dengan self assessment dengan pihak Bank Indonesia, maka yang berlaku ialah hasil penilaian tingkat kesehatan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Perbedaan lainnya dengan metode CAMELS ialah mengenai skala atau predikat penilaian yang bertambah. Sebelumnya pada CAMELS komposit penilaian dari 1 hingga 5 dan indikator lainnya tetap sama hanya saja untuk penilaian profil resiko (risk profile) menggunakan penilaian yang berbeda karena merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Profil resiko ini terdiri dari 8 jenis resiko diantaranya ialah risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi.


Kesimpulan

            Maka dapat disimpulkan bahwa indikator pada CAMELS sebelumnya, digabungkan ke dalam metode RGEC. Hal tersebut dilakukan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip umum dalam melakukan penilaian tingkat kesehatan bank yaitu prinsip berorientasi risiko, proporsionalitas, materialitas atau signifikansi, dan komprehensif dan terstruktur. Penilaian tingkat kesehatan bank dilakuakn tak lain untuk mencapai kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar wajar yang akan mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan membawa dampak positive bagi rakyat yaitu meningkatnya kesejahteraan rakyat.

Referensi :

Buku Manajemen Dana Bank Prinsip dan Regulasi di Indonesia, 
karangan E.S Margianti dan Budi Hermana

Siapa Pengganti Posisi BI ???

              Perlu kita ketahui bahwa posisi BI dalam menjalankan tugasnya berupa  kebijakan dalam pengaturan dan pengawasan bank yang termasuk ke dalam tiga pilar bank Indonesia telah digantikan posisinya oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) pada tanggl 27 Oktober 2011. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Otoritas Jasa Keuangan diperlukan untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, maka harus ada kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan, stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Untuk membantu dalam mewujudkan hal-hal diatas maka diperlukan suatu Undang-undang yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 mengenai Otoritas Jasa Keuangan. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan memiliki asas independensi, asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas profesionalitas, asas integritas, dan asas akuntabilitas.

          Otoritas Jasa Keuangan dipimpin oleh Dewan Komesioner yang mempunyai anggota-anggota yang disebut dengan Kepala Eksekutif yang memiliki tugas untuk memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner.  Ketua, wakil ketua, dan anggota dewan komesioner diangkat dan ditetapkan dengan keputusan Presiden. Dewan Komesioner bersifat kolektif dan kolegial yang beranggotakan 9 orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dewan Komesioner dapat mengangkat dan memberhentikan pejabat dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan.

           Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan merupakan lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Lambaga Pembiayaan disini adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya maksudnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini berdasarkan Pasal 55 bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan. Kedepannya sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Artinya kedepannya akan ada pengrekrutan pegawai Bank Indonesia untuk dipekerjakan di Otoritas Jasa Keuangan serta pengrekrutan pegawai Bapepam-LK yang juga dipekerjakan di Otoritas Jasa Keuangan.

            Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang sebagai berikut :

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit (credit testing); dan
5. Standar akuntansi bank.

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
1. Manajemen risiko;
2. Tata kelola bank;
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan

d. Pemeriksaan bank.

            Dalam hal perlindungan Konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat sebagai berikut :

a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; dan
b. Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat.

            Otoritas Jasa Keuangan memiliki anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Anggran ini  digunakan Otoritas Jasa Keuangan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset serta kegiatan pendukung lainnya.

Koordinasi dan Kerja Sama OJK dengan BI

           Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:

a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
b. Sistem informasi perbankan yang terpadu;
c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;
e. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank; dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.

     Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya Bank Indonesia memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada Otoritas Jasa Keuangan tetapi Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.

         Beberapa koordinasi Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Pinjaman Simpanan dapat dilihat sebagai berikut :

(1) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Otoritas Jasa Keuangan mengindikasikan bank tertentu yang mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, Otoritas Jasa Keuangan segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia.

(3) Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan Otoritas Jasa Keuangan.

(4) Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.


Kesimpulan

            Maka dapat disimpulkan Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan

Referensi :
www.bi.go.id

BANK INDONESIA


            Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia dan merupakan badan hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang menetapkan peraturan hukum pelaksana Undang-Undang yang mengikat seluruh masyarakat luas yang sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Selain itu, Bank Indonesia juga sebagai badan hukum perdata yang dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. Hal-hal tersebut telah ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai Bank Indonesia.

            Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Gubernur Bank Indonesia saat ini ialah Darmin Nasution, kelahiran 21 Desember 1948 di Tapanuli. Masa jabatan Beliau sebagai Gubernur Bank Indonesia yaitu untuk tahun 2009 – 2014  yang berdasarkan Keputusan Presiden RI No.57/P Tahun 2009, tertanggal 17 Juli 2009 dan diambil dilantik pada tanggal 27 Juli 2009. Beliau mendapatkan gelar Doktor Ekonomi dari Universitas Paris, Sorbonne, Perancis. Beberapa pengalaman kerja Beliau diantaranya pernah menjabat sebagai Direktur Jendral Lembaga Keuangan pada tahun 2000-2005, setelah itu menjabat sebagai Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan sampai dengan tahun 2006, kemudian menjabat sebagai Direktur Jendral Pajak.

            Dewan Gubernur dan Deputi Gubernur  memiliki tugas-tugas pokok dari tiga bidang utama yang menyatu disebut dengan Organisasi Bank Indonesia. Tugas-tugas pokok ini meliputi Moneter, Perbankan, dan Sistem Pembayaran yang pelaksanaan tugasnya dijamin lancar, efektif, dan efisien oleh manajemen intern sebagai unit pendukung strategis. Kedepannya arsitektur organisasi Bank Indonesia diarahkan pada dua faktor tugas utama, yaitu Stabilitas Moneter dan Stabilitas Sistem Keuangan. Dalam pelaksanaan tugasnya ini Bank Indonesia memiliki jaringan kantor di seluruh wilayah Indonesia yang disebut dengan Kantor Bank Indonesia (KBI) dan beberapa perwakilan di luar negeri yang disebut dengan Kantor Perwakilan (KPw).


A. Kedudukan Bank Indonesia

            Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, BI memiliki kedudukan sebagai lembaga negara independen yang berada di luar pemerintahan. Walaupun kedudukan BI berada diluar pemerintahan, BI tetap mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Sisi positif dari status kedudukan tersebut ialah agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien.

            Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.

Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan

            Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah diantaranya ialah hubungan keuangan serta independensi dan interdependensi. Dalam hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut. Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan menerima pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri diterima karena sesuai dengan peraturan lama, bahwa Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan kredit kepada Pemerintah dalam mengatasi defisit. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus dan efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu.

            Jika dilihat dari hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam Independensi dan Interdependensi, hal ini seperti koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah yang diperlukan pada sidang kabinet dalam membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia seperti mengenai rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lainnya. Hubungan independensi dan interdependensi juga seperti kehadiran Pemerintah dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara.

Kerjasama BI dengan Lembaga Lain

            Bank Indonesia juga memiliki kerjasama dengan lembaga lain seperti  dengan Departemen Keuangan yaitu MoU tentang Mekanisme Penetapan Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi di Indonesia, MoU tentang BI sebagai Process Agent di bidang pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah, dan SKB tentang Penatausahaan Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penyehatan perbankan. Kemudian kerjasama dengan Kejaksaan Agung & Kepolisian Negara yaitu mengenai SKB tentang kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan. Kerjasama dengan Kepolisian Negara RI dan Badan Intelijen Negara yaitu  MoU tentang Pemberantasan uang palsu. Kerjasama dengan Menkokesra, Kementrian Koperasi dan UKM yaitu MoU bidang Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM. Kerjasama dengan Perhimpunan Pedagang SUN (Himdasun) yaitu MoU tentang Penyusunan Master Repurchase Agreement (MRA). Dan kerjasama mengenai keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tentang Koordinasi Pengelolaan Uang Negara.

Organisasi Bank Indonesia



B. Misi , Visi , dan Nilai-Nilai strategis Bank Indonesia

            Misi dari Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Bank Indonesia juga memiliki visi yaitu menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Dan jika dilihat dari nilai-nilai strategis Bank Indonesia dalam mencapai misi dan visinya terdiri dari  kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas, dan kebersamaan.


C. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

            Bank Indonesia memiliki Tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah tersebut mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.  Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia memiliki tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, diantaranya seperti yang telah saya kemukakan sebelumya yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi Bank. Karena hal-hal tersebut memiliki keterkaitan, maka harus dilakukan secara saling mendukung agar tercapai tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien.


Kebijakan Moneter

            Kebijakan moneter merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya. Menurut pengertiannya, kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter yaitu Bank Sentral atau Bank Indonesia dalam bentuk pengendalian agregat moneter seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan  untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.

       Kebijakan ini pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, dan pemerataan pembangunan serta keseimbangan eksternal yaitu keseimbangan neraca pembayaran serta tercapainya tujuan ekonomi makro yaitu menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan ketidakstabilan tersebut. Pengaruh kebijakan moneter ini pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

            Maka dari itu Bank Indonesia memiliki upaya pengendalian moneter  diantaranya :
1)            Operasi pasar terbuka,
2)            Penetapan tingkat diskonto,
3)            Penetapan cadangan wajib minimum,
4)            Pengaturan kredit atau pembiayaan,
5)            Dan berdasarkan prinsip syariah.

1. Operasi Pasar Terbuka (OPT)

            Operasi pasar terbuka merupakan salah satu instrument moneter Bank Indonesia yang digunakan untuk mengendalikan jumlah uang Rupiah yang beredar. Mekanisme pengendalian uang primer melalui operasi pasar terbuka ini dapat dilakukan melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), pembelian surat berharga, ataupun intervensi di pasar valuta asing.

2. Penetapan Tingkat Diskonto

            Penetapan tingkat diskonto merupakan upaya pengendalian moneter berikutnya yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam operasi pasar terbuka dan juga dalam menjalankan fungsi
lender of the last resort.

3. Penetapan Cadangan Wajib Minimum / Giro Wajib Minimum (GWM)

            Upaya pengendalian moneter berikutnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah penetapan cadangan wajib minimum yang merupakan kebijakan dalam menetapkan sejumlah aktiva lancar yang harus dicadangkan oleh setiap bank. Besarnya cadangan wajib minimum yang dikenakan pada setiap bank ditentukan oleh presentase dari kewajiban segeranya. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tahun 2010, setiap Bank di Indonesia wajib memenuhi cadangan wajib minimum dalam rupiah yang terdiri dari GWM Primer sebesar 8% dari dana pihak ketiga dalam rupiah, GWM Sekunder dalam rupiah sebesar 2,5% dari dana pihak ketiga dalam rupiah, GWM LDR (Loan to Deposit Ratio) dalam rupiah sebesar perhitungan antara Parameter Disinsentif Bawah atau Parameter Disinsentif Atas dengan selisih antara LDR Bank dan LDR target dengan memperhatikan selisih antara KPMM Bank dan KPMM Insentif. Dalam hal penetapan cadangan wajib minimum ini, Bank Indonesia dapat melakukan kebijakan menaikan atau menurunkan cadangan wajib minimum yang harus ditahan oleh setiap bank sesuai dengan situasi moneter dengan tujuan untuk menstabilkan nilai rupiah.

4. Peran sebagai Lender of the Last Resort

         Upaya pengendalian moneter berikutnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan berperan sebagai lender of the last resort yaitu memberikan kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek (maksimal 90 hari). Bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai minimal sama dengan jumlah pinjaman. Salah satu penyebab hal ini dapat terjadi dikarenakan bank kurang dana atau tidak mempunyai dana dalam Excess reserve yang merupakan kelebihan dana dari giro wajib minimum. Kelebihan dana ini dapat digunakan untuk proses kliring, tetapi jika yang terjadi dalam proses kliring adalah bank mengalami kekalahan maka Bank Indonesia dalam hal ini dapat berperan sebagai Lender of the Last Resort.

5. Kebijakan Nilai Tukar

         Upaya pengendalian moneter berikutnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan kebijakan nilai tukar yang mana disebut kurs yang mana memiliki peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997 , nilai tukar Rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku merupakan cerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan, Bank Indonesia melakukan upaya sterilisasi pada pasar valuta asing demi menjaga stabilitas nilai tukar.

6. Pengelolaan Cadangan Devisa

       Upaya pengendalian moneter terakhir yang dilakukan oleh Bank Indonesia yaitu melalui pengelolaan cadangan devisa. Cadangan devisa ini dikelola Bank Indonesia agar mencapai jumlah yang cukup untuk melaksanakan kebijakan moneter agar dapat mencapai tujuan likuiditas dan keamanan. Cadangan devisa yang dikelola Bank Indonesia antara lain terdiri dari emas moneter, cadangan di IMF, cadangan dalam valuta asing, hak atas devisa yang setiap waktu dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional, dan tagihan lainnya.  Dalam pengelolaan cadangan devisa ini, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi agar penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai kinerja yang lebih baik.


Kebijakan Sistem Pembayaran Nasional

            Kebijakan sistem pembayaran nasional merupakan tugas ke dua dari tiga pilar Bank Indonesia. Kebijakan ini memberikan tugas kepada Bank Indonesia untuk mengatur dan menjaga sistem pembayaran nasional, baik tunai maupun non tunai. Dalam hal sistem pembayaran tunai, Bank Indonesia memiliki wewenang penuh untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Sedangan dalam hal sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia menyediakan layanan pembayaran menggunakan elektronik melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan juga berwenang melaksanakan serta memberi izin kepada instansi tertentu dalam hal ini Bank, untuk menyelenggarakan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dan kliring maupun sistem pembayaran lainnya. Sedikit penjelasan mengenai kliring , kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Bank Indonesia juga melakukan pengawasan atas penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia dengan mewajibkan para penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya. Untuk mengurangi resiko pembayaran antar bank dan meningkatkan efisiensi layanan sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menyiapkan blue print Sistem Pembayaran Nasional yang direalisasikan dalam bentuk kebijakan-kebijakan.


Kebijakan dalam Pengaturan dan Pengawasan Bank

          Kebijakan mengenai perbankan ini merupakan tugas terakhir dari tiga pilar Bank Indonesia. Kebijakan ini memuat wewenang dari Bank Indonesia untuk menetapkan peraturan, mengeluarkan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan fungsi pengawasan, serta mengenakan sanksi terhadap bank. Bank Indonesia melakukan fungsi pengawasan melalui pemeriksaan berkala dan sewaktu-waktu, serta dengan analisis laporan yang disampaikan oleh masing-masing bank. Bank Indonesia memiliki arah kebijakan dalam mengembangkan industri perbankan di masa depan yang dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien untuk menciptakan kestabilan sistem keuangan agar dapat memajukan pertumbuhan ekonomi nasional.


Referensi :

Tangan Kanan dan Tangan Kiri Bank Saling Berjabat Tangan


         Fungsi Bank seperti kedua tangan yaitu tangan kanan dan tangan kiri. Dimana dapat diartikan tangan kanan digunakan untuk menerima dana atau source of fund dan tangan kiri sebagai pengeluaran dana atau use of fund. Jadi dapat dikatakan fungsi bank dapat sebagai debitur juga kreditur yang dengan kata lain adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan. Bank tidak akan menghimpun dana dan menyalurkan dana jika tidak ada kepercayaan tinggi yang berasal dari masyarakat. Karena jika tidak ada kepercayaan maka akan menyebabkan tangan kanan dan tangan kiri bank tidak akan bekerja. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendapatan masyarakat dan tinggi rendahnya suku bunga bank.

              Tangan kanan bank yang berfungsi untuk menerima dana atau source of fund bersumber dari masyarakat yang dikumpulkan melalui kegiatan yang dilakukan bank seperti simpanan giro, tabungan, deposito dari masyarakat, dan modal bank tersebut. Simpanan giro adalah dana yang ditabung oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek dan bilyet giro. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan alat lainnya. Penarikan dapat dilakukan dengan datang ke bank tersebut dengan membawa buku tabungan, tetapi di zaman modern ini kita tidak perlu bersusah payah untuk melakukan penarikan dengan datang ke bank dan mengantri karena sekarang semua itu sudah dapat dilakukan dengan hanya menggunakan kartu atm, internet banking, mobile banking, dan yang lainnya. Sedangkan deposito adalah jenis tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan. Dalam kata lain, masyarakat yang memiliki tabungan dengan jenis deposito tidak dapat menarik uangnya sampai tanggal jatuh tempo tertentu yang sesuai dengan kesepakatan. Bunga deposito biasanya lebih tinggi dari pada bunga tabungan biasa karena deposito ditarik dengan menggunakan tanggal jatuh tempo tidak secara kapan saja.

              Jika dilihat dari tangan kiri bank yang berfungsi sebagai pengeluaran dana atau use of fund, bank mencatat transaksi ini pada Assets yang tentu saja didalamnya terdapat Reserves and cash item, Securities, Loans, and Other assets. Pada tangan kiri ini, bank dapat mengunakan dana yang diterima dari para nasabah untuk meminjamkan kepada masyarakat untuk kredit. Bank juga menggunakan tangan kiri dari dana yang diterima nasabah untuk investasi. Dengan meminjamkan dana kepada masyarakat atau kredit dan investasi maka bank dapat memutarkan dana dari tangan kirinya agar mendapatkan source of fund pada tangan kananya, sehingga bank mendapat keuntungan atau profit berupa bunga yang dikenakan kepada peminjam dan profit dari investasi yang disebut deviden. Bank juga menggunakan tangan kirinya untuk membayar segala biaya yang terjadi pada bank tersebut dan membayar giro wajib minimum kepada Bank Indonesia. Giro wajib minimum atau cadangan wajib minimum adalah sejumlah dana yang harus dipertahankan dalam rekening giro pada bank sentral dalam hal ini ialah Bank Indonesia atau pada bank koresponden dalam bentuk kas. Rekening giro yang merupakan cadangan wajib minimum di bank sentral ini tidak diberikan bunga. Giro wajib minimum terdiri dari cadangan primer dan cadangan sekunder. Presentase cadangan primer ditentukan oleh bank sentral yaitu Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat menurunkan presentase tersebut untuk kebijakan relaksasi moneter dan menaikannya untuk kebijakan kontraksi moneter. Sebagai contoh jika Bank Indonesia menetapkan untuk melakukan kebijakan kontraksi maka ini menuntut sebagian dana dari Bank untuk mengalir ke Bank Indonesia, atau dengan kata lain jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang yang akan mempengaruhi tingkat suku bunga atau nilai tukar uang.

              Pada tangan kiri bank, umumnya bunga pinjaman kredit bank lebih besar daripada bunga tabungan bank. Secara logika bank tidak mungkin memberikan bunga tabungan lebih besar dari pada bunga pinjaman kredit, karena jika itu terjadi maka bank akan mengalami kerugian dan tidak dapat membayar biaya-biaya yang terjadi pada bank tersebut. Selisih antara bunga tabungan dan bunga pinjaman itu akan menghasilkan profit pada bank yang akan digunakan untuk membayar segala biaya-biaya atau beban-beban yang terjadi pada bank tersebut, membeli aktiva-aktiva produktif, membayar gaji karyawan bank, dan membeli hadiah undian untuk para nasabah.


Kesimpulan

          Jadi dapat dikatakan tangan kanan bank berjabat dengan tangan kiri nasabah yang menabung dan tangan kiri bank berjabat dengan tangan kanan para nasabah yang meminjam dana dan pemilik perusahaan untuk investasi. Singkatnya fungsi bank hanya memutarkan dana dari uang yang diterima dengan yang dipinjamkan untuk mengambil keuntungan dari adanya bunga yang dikenakan. Fungsi bank yang ada di tangan kanan dan tangan kiripun tidak luput dari pengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Indonesia, kini dilakukan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).