Di
era saat ini sudah marak terdapat Bank Syariah dimana-mana, Bank Syariah ini menjadi
tandingan Bank-bank Umum yang telah diketahui masyarakat sebelumnya. Melihat
begitu menjamurnya Bank Syariah saat ini, saya mencoba menjelaskan mengenai
Bank Syariah. Menurut pengertiannya, Perbankan Syariah ialah segala sesuatu
yang berhubungan dengan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
ushanya. Perbankan syariah pada umumnya sama dengan perbankan lainnya yaitu
menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang. Bank syariah
muncul sejak dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada akhir Desember
2003 yang menyatakan bahwa bunga bank haram hukumnya maka semua praktik bisnis
yang menggunakan instrument bunga menjadi haram. Untuk lebih jelasnya mengapa
bunga bank haram hukumnya, mari kita lihat kutipan fatwa MUI dibawah ini.
Kutipan Fatwa MUI
Berikut ini
beberapa kutipan fatwa MUI No.1 tahun 2004 tentang bunga. Fatwa pertama yang
dikeluarkan MUI yaitu mengenai bunga dan riba. Menurut MUI, bunga adalah
tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa
mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu,
diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan presentase.
Pada fatwa tersebut MUI juga mengeluarkan kutipan mengenai riba, menurutnya
riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa
imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yan diperjanjikan
sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba nasi’ah.
Fatwa kedua
yang dikeluarkan MUI yaitu mengenai hukum bunga. Menurutnya, praktik pembungaan
uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah
SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktik pembungaan ini termasuk salah
satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya. Praktik pembungaan tersebut hukumnya
adalah haram baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modalm pegadaian,
koperasi, dan lembaga keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Fatwa
ketiga yang dikeluarkan oleh MUI yaitu mengenai bermuamalah dengan lembaga
keuangan konvensional. Menurutnya, untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan
lembaga keuangan syari’ah dan mudah dijangkau, maka tidak dibolehkan melakukan
transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga. Sedangkan untuk wilayah
yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari’ah maka diperbolehkan
melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan
prinsip darurat/hajat.
Mekanisme & Sistem Operasi Bank Syariah
Pada
Bank Syariah, jika nasabah investor melakukan investasi pada bank syariah, maka
investor tersebut tidak mendapatkan imbalan bunga karena bank syariah tdak
beroprasi berdasarkan sistem bunga tetapi berdasarkan sistem bagi hasil. Jadi
investor yang menginvestasikan dananya akan mendapatkan bagi hasil. Dibawah ini
gambar mekanisme dan sistem operasi pada bank syariah :
Dari gambar
tersebut dapat dijelaskan seperti berikut ini :
1. Nasabah investor menyerahkan
dananya kepada bank untuk dikelola.
2. Bank melakukan penjualan
cicilan, kemudian bank melakukan :
a. Bank memberikan bagian keuntungan penjualan kepada nasabah
b. Bank mencatat pembayaran modal dan keuntungan bank
3. Bank melakukan sewa cicilan,
kemudian bank melakukan :
a. Bank memberikan bagian keuntungan kerjasama usaha kepada nasabah
b. Bank mencatat pembayaran modal dan keunutngan bank
Dengan
sistem ini, para nasabah investor dapat mengawasi kinerja bank syariah secara langsung. Bila jumlah keuntungan yang
dihasilkan bank dari pembiayaan semakin besar, maka bagi hasil unutk nasabah
investor juga semakin besar. Dan sebaliknya jika bagi hasil yang diterima
nasabah semakin kecil, maka hal itu disebabkan oleh menurunya kemampuan bank
syariah dalam menghasilkan keuntungan. Dengan begitu dapat disimpulkan jika
bagi hasil yang siterima nasabah investor terus mengecil tanpa adanya
peningkatan maka dapat dikatakan bahwa bank syariah tersebut semakin tidak
efisien.
Statistik Perbankan Syariah
Data
yang digunakan dalam statistik perbankan syariah ini bersumber
dari Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) dan Laporan Bulanan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (LapBul BPRS) kecuali dinyatakan lain.
Dan Data Non Performing yang
ditampilkan merupakan Non
Performing gross yaitu tanpa memperhitungkan
penyisihan yang dibentuk untuk mengantisipasi risiko kerugian.
Berikut ini data-data yang berkaitan dengan perbankan syariah :
1. Jaringan kantor perbankan
syariah
Dilihat dari jaringan kantor perbankan syariah, pada bank
umum syariah jumlah kantor yang ada dari tahun 2006 - Januari 2012 selalu
mengalami peningkatan, tetapi tidak pada jumlah bank umum syariah yang hanya
mengalami kenaikan dari tahun 2006-2010 dan kemudian bertahan di tempat dari
tahun 2011-2012 dengan jumlah 11 bank umum syariah.
Jika dilihat dari unit usaha syariah yaitu tepatnya
dilihat dari jumlah bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS),
dapat dilihat terdapat jumlah yang fluktuatif dari tahun 2006 – Januari 2012
dengan jumlah bank umum konvensional yang memiliki UUS terendah yaitu sebesari
20 pada tahun 2006 dan yang terbesar jumlahnya pada tahun 2008 sebesar 27 bank.
Demikian pula dengan jumlah kantor UUS yang mengalami fluktuatif dari tahun ke
tahunnya.
Dan jika dilihat dari bank pembiayaan rakyar syariah,
untuk jumlah bank-nya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahunnya walaupun
ada beberapa tahun yang memiliki jumlah bank yang tetap atau tidak mengalami
kenaikan. Sedangkan untuk jumlah kantor bank pembiayaan rakyat syariah dari
tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan.
Maka dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank
Syariah terus berupaya untuk menaikan jumlah bank maupun jumlah kantornya agar
masyarakat mudah menjangkau bank syariah tersebut saat melakukan transaksi, hal
ini juga dikarenakan Bank Syariah ingin bersaing dengan bank konvensional
seperti yang dilihat dari banyak bank umum konvensional telah banyak memiliki
unit usaha syariah.
2. Neraca Gabungan Bank Umum
Syariah dengan Unit Usaha Syariah
Dari tabel tersebut terlihat pada total aktiva terus
mengalami kenaikan dari tahun 2006 sebesar Rp 26,772,000,000 hingga Desember
2011 dengan jumlah Rp 145,467,000 dan mengalami penurunan pada Januari 2012
menjadi Rp 143,888,000. Pada sisi pasiva dapat dilihat bahwa laba tahun
berjalan terlihat fluktuatif dari tahun ke tahunnya dengan laba tahun berjalan
terendah sebesar Rp. 148.000.000. pada Januari 2011 dan laba tahun berjalan tertinggi
sebesar Rp. 1,515,000,000.
Maka dapat disimpulkan dari tabel neraca gabungan pembagian
hasil untuk para nasabah investor tergantung dengan jumlah laba yang diterima dari tahun ke
tahunnya. Jika jumlah laba meningkat maka pembagian hasil meningkat, dan
sebaliknya.
3. Laporan Laba Rugi
Gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Jika dilihat dari tabel tersebut, total pendapatan yang terjadi
ialah fluktuatif. Dengan total pendapatan terendah sebesar Rp. 1,382,000,000 yang
terjadi pada Januari 2012 dan yang tertinggi sebesar Rp. 15,412,000,000. Jika dilihat
dari total beban yang ada yang terjadi ialah fluktuatif juga dengan total beban
terendah pada Januari 2011 sebesar Rp. 965,000,000 dan yang tertinggi pada Desember
2012 dengan Rp. 13,000,000,000. Begitu juga dengan laba setelah taksiran pajak
penghasilan yang terjadi ialah fluktuatif dengan laba terendah sebesar Rp.
127,000,000 pada Januari 2012 dan laba tertinggi pada Desember 2011 sebesar Rp
1,515,000,000.
Kesimpulan
Dari keseluruhan yang ada maka dapat disimpulkan Bank
Syariah sudah tidak asing lagi dimata
masyarakat. Hal itu dapat dilihat dengan bertambahnya jumlah jaringan kantor
perbankan syariah di Indonesia dan bertambahnya bank umum konvensional yang
telah membuat unit usaha syariah pada bank-nya. Kini bank umum konvensional
tidak dapat meremehkan bank syariah karena masyarakat telah banyak yang beralih
ke bank syariah. Hal ini dikarenakan masyarakat mengetahui bank syariah lebih
menguntungkan dan memiliki resiko yang lebih kecil dari pada bank umum
konvensional. Dan juga hal ini dikarenakan sebagian masyarakat muslim yang
mengetahui riba itu haram maka mereka beralih ke bank syariah. Hal itu sesuai dengan
salah satu surat di Al-qur’an “orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhan-nya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
didalamnya”. (QS. Al-Baqarah : 275). Dengan banyaknya masyarakat yang
berpindah ke bank syariah maka dapat dikatakan bank syariah perlahan-lahan
mempertahankan eksistensinya pada dunia perbankan.
Referensi :
www.bi.go.id