PENDAHULUAN
Giro adalah suatu istilah perbankan yang merupakan kebalikan cara pembayaran dari sistem cek. Suatu cek diberikan
kepada pihak penerima pembayaran (payee) yang disimpan di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh
pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer
dana kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka.
Perbedaan tersebut termasuk jenis
perbedaan sistem “dorong dan tarik” (push and pull). Suatu cek adalah
transaksi “tarik” yang akan menyebabkan bank penerima pembayaran mencari dana
ke bank sang pembayar yang jika tersedia akan menarik uang tersebut. Jika tidak
tersedia, cek akan "terpental" dan dikembalikan dengan pesan bahwa
dana tak mencukupi. Sebaliknya, giro adalah transaksi “dorong” yaitu pembayar
memerintahkan banknya untuk mengambil dana dari akun yang ada dan mengirimkannya
ke bank penerima pembayaran sehingga penerima pembayaran dapat mengambil uang
tersebut. Maka dari itu suatu giro tidak dapat "terpental", karena
bank hanya akan memproses perintah jika pihak pembayar memiliki dana yang cukup
untuk melakukan pembayaran tersebut. Namun ini juga berarti pihak pembayar
tidak mendapatkan keuntungan dari "float".
Maka dapat disimpulkan bahwa giro
juga merupakan produk perbankan yang biasanya digunakan oleh perusahaan dalam
transaksi berdagang dengan jumlah yang besar untuk mempermudah pembayaran dan
bukan merupakan bentuk dari investasi karena dibutuhkan dalam waktu kapan saja maksudnya
yaitu penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, atau surat perintah penarikan lainnya dengan cara pemindahbukuan. Pada
umumnya bunga giro berkisar dari 3% - 4%. Besar bunga giro ini lebih kecil
dibandingkan dengan bunga tabungan dan deposito dikarenakan berlakunya sistem time value of money yaitu semakin
panjang waktu pinjaman maka akan semakin tinggi bunganya. Sebaliknya, jika
pinjaman berjangka pendek maka bunganya relative lebih rendah. Hal ini
disebabkan oleh besarnya kemungkinan resiko dimasa mendatang. Selain itu, bunga
yang terdapat pada giro juga ditentukan oleh produk yang kompetitif, maksudnya produk
yang dibiayai tersebut adalah produk yang laku dipasaran. Untuk produk kompetitif, bunga kredit yang diberikan relative rendah jika
dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. Jadi bagi bank, giro
merupakan dana murah karena imbalan bunga yang diberikan pada pemilik rekening
giro merupakan bunga yang paling rendah jika dibandingkan dengan suku bunga
simpanan lainnya seperti tabungan dan deposito.
Bunga
atau jasa giro yang dibayar kepada pemegang giro dihitung dengan berbagai
metode. Metode perhitungan yang paling umum dilakukan adalah dengan menggunakan
saldo terendah. Artinya bunga dihitung dari saldo terendah dalam bulan
tersebut. Di samping dengan saldo terendah ada pula bank yang menentukan
perhitungan bunga dengan saldo rata-rata atau saldo harian. Perhitungan
bunga yang paling menguntungan bagi bank adalah saldo terendah. Sebaliknya bagi
nasabah adalah saldo rata-rata, namun semua ini ditentukan oleh bank yang
bersangkutan perihal saldo mana yang akan digunakan, apakah menggunakan saldo
terendah atau saldo rata-rata.
FENOMENA
Perusahaan-perusahaan yang bangkrut,
ditutup, dan dilikuidasi telah menjadi fenomena di dunia bisnis baik itu
perusahaan-perusahaan maupun bank-bank. Di Indonesia sendiri telah
terdapat 37 bank umum swasta nasional
yang dilikuidasi pada tahun 1999. Dampak dari ditutupnya suatu bank sangat
besar bagi nasabah dan investor. Pengaruh likuidasi bagi bank-bank besar jika
ditutup yaitu akan memiliki dampak yang besar dan luas bagi perekonomian.
Itulah sebabnya ada istilah too big to fail (terlalu besar untuk gagal),
di mana jika ada bank besar mempunyai indikasi untuk bangkrut atau ditutup,
banyak pihak, terutama pemerintah akan berusaha agar bank tersebut tidak
ditutup.
Nasabah dan investor tentu tidak
menginginkan bank tempat ia menyimpan atau menanamkan uangnya mengalami
kebangkrutan, dilikuidasi atau ditutup. Sedangkan calon nasabah dan calon
investor, tentu akan mencari informasi agar tidak menyimpan atau menanamkan
dananya pada bank yang berpotensi untuk bangkrut, dilikuidasi atau ditutup.
Untuk itu, mereka memerlukan informasi mengenai indikasi-indikasi penting agar
mereka tidak mengalami kerugian.
Asal mula terjadinya likuidasi
biasanya dikarenakan naiknya prosentase beban bunga dan beban non bunga seperti
beban operasi yang diikuiti menurunnya pendapatan bunga sehingga mengakibatkan
menurunnya total laba bersih. Untuk menyelamatkan bank dari likuidasi, maka
beban bunga dan beban bukan bunga atau beban operasi harus di tutupi dengan
pendapatan bunga dan pendapatan lainnya.
Kalau tingkat bunga untuk penabung
dan deposan lebih tinggi pada kelompok likuidasi, kemungkinan tingkat bunga
yang dikenakan kepada debitur juga lebih tinggi. Tingkat bunga yang lebih
tinggi biasanya mempunyai syarat-syarat pinjaman yang lebih longgar, seperti
hanya mensyaratkan jaminan saja dan kurang mensyaratkan kinerja perusahaan.
Jika ini terjadi ada kemungkinan akan timbulnya kredit macet yang lebih besar.
Maka dapat dikakan bahwa rata-rata rekening giro pada tahun 90-an mengalami
kenaikan pada bank-bank yang terdapat pada kelompok likuidasi.
Maka
dapat disimpulkan bagi nasabah, calon nasabah, investor dan calon investor
sangat memerlukan informasi mengenai kinerja suatu bank untuk mengambil
keputusan, apakah akan tetap sebagai nasabah, menjadi nasabah, tetap sebagai
investor, menjadi investor atau tidak. Informasi yang diperlukan terutama
informasi keuangan yang didapat dari laporan keuangan dengan melihat tingkat
bunga deposito dan tabungan yang cukup tinggi di atas tingkat bunga rata-rata
yang berlaku dan tingkat bunga kredit yang cukup tinggi di atas tingkat bunga
rata-rata. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat
membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya. Oleh sebab itu, bank mempunyai
peranan penting dalam pengelolaan dana yang beredar di masyarakat. Pendapatan
terbesar bank berasal dari pendapatan bunga dari kredit yang disalurkan. Sedangkan
jumlah kredit yang disalurkan tersebut ditentukan oleh besarnya sumber dana
yang diperoleh dari masyarakat. Namun dalam merealisasikan kegiatan bisnisnya,
kredit selalu dihubungkan dengan prinsip risk and return, dimana
kegiatan yang diharapkan akan mempunyai hasil atau pendapatan yang besar,
biasanya mempunyai risiko yang tinggi.
PEMBAHASAN
Untuk lebih memahami perkembangan
sumber dana giro yang terjadi selama ini, berikut ini kami sajikan data sumber
dana giro dalam rupiah sepanjang tahun 1990 – 2011 yang bersumber dari website
BI (http://www.bi.go.id).
Jika
data dalam tabel tersebut kami tuangkan ke dalam grafik, maka hasilnya sebagai
berikut :
Dari
data yang tercantum pada tabel dan gambaran grafik-grafik di atas maka munculah
beberapa pertanyaan-pertanyaan seputar sumber dana giro yang terjadi pada tahun
1990 – 2011 yang terdapat di BUMN, BPD, BUSN, dan Joint Venture.
Mengapa
sumber dana giro di BUMN dan BPD mengalami kenaikan sepanjang tahun 2003-2011?
dan mengapa sebaliknya, sumber dana di BUSN serta Joint Venture mengalami penurunan
sepanjang tahun 2003 – 2011?
Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya penurunan tingkat suku bunga yang dialami oleh BUMN dan BPD dimana BUMN
mengalami penurunan tingkat suku bunga sebesar 1,46 yakni dari 3,65 pada tahun 2003 menjadi 2,19 pada tahun 2011 dan BPD mengalami penurunan tingkat
suku bunga sebesar 0.58 dari 3,41 pada
tahun 2003 menjadi 2,83 pada tahun
2011.
Penurunan tingkat suku bunga juga
terjadi pada BUSN dan Joint Venture. Di mana BUSN mengalami penurunan tingkat
suku bunga dari tahun 2003 – 2011 sebesar 0,58
yakni dari 3,41 menjadi 2,83 dan Joint Venture juga mengalami penurunan
tingkat suku bunga sebesar 1,17 yakni
dari 2,69 pada tahun 2003 menjadi
1,52 pada tahun 2011.
Jika dilihat memang penurunan
tingkat suku bunga BUMN lebih besar dibandingkan dengan BPD, BUSN, dan Joint Venture
maka dapat dikatakan penurunan tersebut membuat BUMN berada diurutan teratas dalam
sumber dana giro dari pada BPD, BUSN, dan Joint Venture. Sedangkan jika dilihat dari BPD, penurunan
tingkat suku bunganya sama dengan BUSN walaupun penerimaan dana giro atau
sumber dana giro di BPD jauh lebih tinggi dari BUSN.
Beberapa hal yang menyebabkan BUMN
dan BPD menjadi posisi teratas berdasarkan data tahun 1990 - 2011 diantaranya :
1.
BUMN dan BPD
relatif lebih gencar mempromosikan produk-produknya serta lebih inovatif dalam
menciptakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta
terus-menerus meningkatkan kualitas pelayanannya sehingga BUSN dan Joint
Venture kurang mampu bersaing menghadapinya.
2.
Kenaikan sumber
dana giro yang dialami oleh BUMN dan BPD juga terjadi karena mereka melakukan
perbaikan komposisi
asset dan liabilities pada neraca
dengan cara repricing tingkat bunga
dana pihak ketiga, yang berdampak pada penurunan dana pihak ketiga dan diimbangi dengan penjualan obligasi.
Sedangkan beberapa penyebab turunnya
simpanan giro masyarakat atau sumber
dana giro yang dialami oleh BUSN dan Joint Venture di antaranya :
1.
Penurunan total
simpanan giro tidak hanya terjadi karena adanya perpindahan ke instrument
lainnya tetapi terjadi karena adanya efek dari siklus akhir tahun. Siklus itu
membuat perusahaan dan institusi lain memiliki kelebihan likuiditas yang
ditempatkan di giro, sehingga giro akan bertambah pada awal tahun dan mengalami
penurunan setelahnya.
2.
Pemberdayaan
sumber daya manusia yang belum optimal sehingga nasabah tidak termotivasi untuk
menjadi nasabah untuk menabung dalam bentuk giro.
3.
Terbatasnya
material komunikasi atau sistem tekhnologi yang kurang memadai sehingga
memperlambat waktu pelayanan terhadap produk giro.
4.
Perasaan aman dan
nyaman nasabah kurang tercipta dengan baik dalam bentuk giro.
5.
Penurunan ini
juga diakibatkan karena BUSN dan Joint Venture tidak dapat bertahan menghadapi
inflasi terbesar semenjak pasca reformasi pada tahun 2005 yang diakibatkan oleh
kenaikan harga-harga barang kebutuhan dan naiknya harga BBM.
6.
Penurunan suku
bunga giro juga terjadi pada tahun 2011 karena dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, termasuk penurunan BI Rate pada Oktober dan November 2011.
Terdapat beberapa faktor eksternal
yang turut mempengaruhi kondisi perbankan Indonesia di antaranya ialah:
(a) Faktor politik
Jika ditelaah dari kondisi politik, keadaannya
cukup stabil walau masih banyak kasus penegakan hukum HAM dan korupsi yang
belum terselesaikan. Dampak dari banyaknya bencana alam memperburuk anggaran
pendapatan dan belanja negara.
(b) Faktor ekonomi
Di ujung tahun 2007, ekonomi global
diserang oleh krisis subprime mortgage yang terjadi di
Amerika sehingga menyebabkan banyak perusahaan-perusahaan yang pailit di
Amerika. Kebijakan Bank Indonesia yang ketat tidak memperbolehkan ada bank
dengan kredit dengan rating rendah seperti subprime mortgage, sehingga
Indonesia tidak terkena dampak langsung. Akan tetapi, banyak aliran dana panas
dari luar negeri yang keluar dan hal ini mendorong tekanan pada bursa saham dan rupiah. Nilai
rupiah pada 9 November 2007 mencapai Rp.
9.153,00 /dollar US pada. Harga minyak bumi yang mengalami kenaikan tinggi
sampai U$100 per barrel disinyalir dapat menyebabkan terjadinya inflasi di
tahun selanjutnya dan penurunan daya beli masyarakat menurun karena Indonesia
bukanlah penghasil / pengekspor minyak bumi dengan kapasitas besar
(c)
Faktor sosial budaya
Pertumbuhan ekonomi mendorong pergeseran trend
pola transaksi perbankan, dari produk tradisional (simpanan, pinjaman, dan
transaksi) menjadi produk finansial lainnya (investasi, asuransi), yang di
kemudian hari trend ini akan berkembang ke produk-produk wealth management seperti konsultasi keuangan (financial advisory), dan perencanaan keuangan (financial planning). Berdasarkan survey NFO 2003, kecenderungan
untuk menabung di bank masih besar karena karakter masyarakat cenderung lebih
senang dengan investasi yang dapat diambil sewaktu-waktu, dan praktis.
(d) Faktor perkembangan TI
Ketergantungan perbankan dengan TI terlihat
dari penggunaan produk-produk pendukungnya seperti ATM, internet banking,
mobile banking, dan lain- lain sehingga faktor TI tidak boleh diabaikan.
Perencanaan TI yang baik akan mendukung kinerja dari perbankan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa nvestasi di TI merupakan peluang, yang bila dikelola
dengan baik perencanaan strategisnya dapat dioptimalkan manfaatnya dalam jangka
pendek, menengah dan panjang.
Mengapa
pada tahun 1990-1997 sumber dana giro pada BPD dan Joint Venture rata-rata
mengalami stagnasi ?
Pada grafik di atas mulai dari tahun 1990
hingga tahun 1997 menunjukkan sumber dana giro pada BPD dan Joint Venture yang
rata-rata mengalami stagnasi atau dapat dikatakan tidak naik ataupun turun
dengan sangat curam. Memang terdapat kenaikan dan penurunan, tetapi tidak
terlalu drastis. Mengenai hal itu dapat dianalisis berdasarkan situasi pada tahun tersebut, situasi yang terjadi
pada sekitar tahun 1990 hingga 1997 diantaranya:
1.
Krisis
2.
Pemberian bantuan
likuiditas oleh pemerintah
Pada tahun 1988 terjadi krisis yang
mengakibatkan jatuhnya industri perbankan Indonesia. Pada tahun 1990 hingga tahun 1997 jumlah bank–bank
dan kantor cabang meningkat drastis, hal itu dikarenakan adanya Pakto 88, yang
juga mengakibatkan terjadinya penurunan industri perbankan. Guna menarik investor
asing agar menghasilkan bisnis yang menguntungkan, maka pemerintah pun
mengijinkan pendirian Joint Venture. Dengan di adakannya kebijakan baru perbankanpun
dapat tumbuh dengan baik di tengah gejolak krisis. Hal itu dapat dilihat dari
jumlah bank komersial lokal meningkat dari 63 tahun 1988 menjadi 144 tahun
1997, Jumlah kantor cabang naik dari 559 tahun 1988 menjadi 4.150 tahun 1997,
Jumlah bank asing, termasuk bank Joint Venture, tumbuh dari 11 tahun 1988
menjadi 44 tahun 1997, dengan jumlah kantor cabang meningkat dari 21 menjadi 90
di tahun yang sama. Bank Pemerintah meningkat dari 815 tahun 1988 menjadi
1,527. Tahun 1997 BPD pun banyak didirikan sebagai bagian dari kelompok
perusahaan lokal. Selain di tunjang oleh Joint Venture, pemerintah pun turut
serta dalam membantu memberikan bantuan likuiditas sehingga menstabilkan
industri perbankan. Walaupun terdapat cukup banyak nasabah yang menarik uangnya
dari bank yang pada akhirnya sumber dana giro pada BPD dan Joint Venture menjadi
stabil.
Referensi :
www.bi.go.id
Oleh :
1. Muthiya Gabriela Malawat (24210878)
2. Candy Gloria (21210516)
3. Febriana Puspitasari (22210688)
Mata Kuliah Bank dan Lembaga Keuangan 2, Dosen : DR. Prihantoro, SE., MM
Mata Kuliah Bank dan Lembaga Keuangan 2, Dosen : DR. Prihantoro, SE., MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar