:)

:)
WELCOME TO MY BLOG :) HAPPY READING :) I HOPE USEFUL FOR YOU !!! AND PLEASE LEAVE A COMMENT :)

Sabtu, 26 November 2011

Jurnal Bawang Putih


ANALISA JURNAL
TEORI EKONOMI 
    “Usaha Tani Bawang Putih”

DISUSUN OLEH:

CANDY GLORIA                                                 2121 0516

MUTHIYA GABRIELA MALAWAT               2421 0878



Kelas: SMAK 04

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
                                                                               



ANALISA JURNAL


                I.      JUDUL                                : Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi
                  Pada Usaha Tani Bawang Putih
                  (Studi Kasus di Kecamatan Sapuran, Wonosobo)

PENGARANG     : CLAUDIO SATRYA WIDYANANTO
            TAHUN                 : 2010

            II.       TEMA                 : Usaha Tani Bawang Putih di Indonesia

         III.       LATAR BELAKANG MASALAH
A. Fenomena
Sektor petanian pangan biasanya diusahakan oleh rakyat kecil, salah satu komoditas tanaman pangan yaitu bawang putih. Bawang putih termasuk komoditas yang menjadi perhatian dari sekian banyak komoditas pertanian karena jumlah produksinya yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.3.



Pengembangan usahatani bawang putih perlu dilakukan terkait dengan kebutuhan konsumsi bawang putih seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu usaha tani bawang putih diarahkan untuk dapat memacu peningkatan produktivitasnya. Namun, yang terjadi adalah produktivitas bawang putih selama 4 tahun terakhir (2005 – 2008) selalu menurun tiap tahunnya dengan rata-rata penurunan 15,96 persen per tahun.

Produksi bawang putih di daerah Wonosobo merupakan yang terbesar di Jawa Tengah selama tahun 2004 hingga tahun 2007 dan terbanyak ke dua di Jawa Tengah untuk tahun 2008. Namun potensi yang dimiliki Kabupaten Wonosobo kurang mampu dikelola dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi bawang putih di Kabupaten Wonosobo selama tahun 2004 hingga tahun 2008 yang selalu mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya luas panen, akan tetapi jumlah rata-rata produksi bawang putih tidak mengalami tren menurun, justru cenderung fluktuatif. Keadaan ini dapat dilihat ketika tahun 2004 rata-rata produksi bawang putih mencapai 48,73 kwintal/hektar. Fenomena ini menunjukkan bahwa rata-rata produksi tidak hanya dipengaruhi oleh luas panen saja seperti yang diperlihatkan oleh Tabel 1.6.


B. Riset Terdahulu
Nilai produktivitas ini masih tergolong rendah dan masih berpeluang untuk ditingkatkan karena berdasarkan hasil penelitian Tety Suciaty (2004) faktor bibit memegang peranan yang penting untuk menunjang keberhasilan produksi tanaman, selain itu juga penggunaan bibit yang bermutu tinggi merupakan langkah awal peningkatan produksi.

C.  Motivasi Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit,pupuk, fungisida, insektisida dan tenaga kerja, terhadap jumlah produksi dalam kegiatan usahatani bawang putih di Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo.
2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis, efisiensi harga, maupun efisiensi ekonomis dalam kegiatan usahatani bawang putih di Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo.

                IV.       METODOLOGI
   A. Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer.
1. Data Primer
Data primer yang digunakan antara lain meliputi: data pemakaian faktor produksi usaha tani bawang putih, dan jumlah produksi dalam satu kali masa panen bawang putih.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan bersumber dari: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo, Dinas Pertanian Kabupaten Wonosobo, serta beberapa sumber lain yang terkait.

B. Variabel
Persamaan analisis linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada persamaan yang digunakan oleh Tety Suciaty (2004) sebagai berikut :
LnY = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + b5 Ln X5 + b6 Ln X6 +
bn Ln Xn + V..………………… …………………………………………… ( 3.1 )

dimana :

Y = jumlah produksi bawang putih yang dihasilkan dalam satu kali masa panen (Kg).

X1 = luas lahan yang digunakan dalam satu kali masa tanam. (m2)

X2 = jumlah benih atau bibit digunakan dalam satu kali masa tanam (Kg)

X3 = jumlah seluruh pupuk yang digunakan dalam satu kali masa tanam diakumulasikan dalam satuan (Kg).

X4 = jumlah seluruh pestisida yang digunakan dalam satu kali masa tanam diakumulasikan dalam satuan (Lt).

X5 = jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali masa tanam (hari
orang kerja/HOK).

a,b = besaran yang akan diduga

V = kesalahan (disturbance term)

C. Metode Penelitian
v    Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara menggunakan kuesioner atau survei.
               
v    Metode Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua analisis, yakni analisis regresi berganda dan analisis efisiensi. Analisis regresi berganda digunakan guna menjawab tujuan penelitian yang pertama, yakni mengetahui pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja terhadap jumlah produksi bawang putih.

     V   .      HASIL dan ANALISIS
Efisiensi Harga dan Ekonomi
Pembahasan efisiensi harga dan efisiensi ekonomi akan menghasilkan tiga hasil kemungkinan yaitu:
(1) jika nilai efisiensi lebih besar dari 1, hal ini berarti digunakan dalam menjalankan usahatani bawang putih adalah luas lahan bahwa efisiensi yang maksimal belum tercapai, sehingga penggunaan faktor produksi perlu ditambah agar mencapai kondisi yang efisien. (2) jika nilai efisiensi lebih kecil dari satu, hal ini berarti bahwa kegiatan usahatani yang dijalankan tidak efisien, sehingga untuk mencapai tingkat efisien maka faktor produksi yang digunakan perlu dikurangi.
(3) jika nilai efisiensi sama dengan satu, hal ini berarti bahwa kondisi usahatani yang dijalankan sudah mencapai tingkat efisien dan diperoleh keuntungan yang maksimum.
Input yang digunakan dalam menjalankan usahatani bawang putih adalah luas lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja.

   VI.       KESIMPULAN dan REKOMENDASI
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk, fungisida,insetisida, dan tenaga kerja terhadap jumlah produksi bawang putih dengan menggunakan model analisis linier berganda selain itu juga bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi produksi pada usahatani bawang putih di Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo yang dilihat dari efisiensi tehnik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi.

REKOMENDASI
Disarankan kepada petani untuk lebih banyak menanam bawang putih lokal dimana masih sedikitnya bawang putih lokal dipasaran dan juga disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menetapkan kadar vitamin dan mineral yang lain yang terdapat pada bawang putih.

Referensi   : http://eprints.undip.ac.id/22608/1/CLAUDIO_SATRYA_WIDYANANTO.PDF


Senin, 07 November 2011

Kondisi Perekonomian Bawang Putih di Indonesia






Nama ilmiah bawang putih adalah Allium sativum.  Bawang putih termasuk tanaman umbi-umbian dari kelas dicotyledonae. Bawang putih mempunyai manfaat sebagai salah satu zat anti kanker dalam tubuh manusia. Pertumbuhan bawang putih di Indonesia memang tidak banyak menyumbang kebutuhan bawang putih di dunia. Produksi bawang putih di Indonesia terus mengalami penurunan. Pada 1998 – 2002 , Indonesia hanya mampu berkontribusi dalam pemenuhan bawang putih untuk masyarakat dunia sebanyak 0,4 hingga 0,9 persen. Penurunan hasil produksi bawang putih dari para petani Indonesia disebabkan dengan sistem perekonomian di Indonesia, kondisi tanah kurang cocok, penggunaan teknologi pertanian yang tidak tepat guna, harga input atau penunjang kegiatan tani (seperti pupuk dan pestisida yang mahal), serta peluang jual ke pasar yang juga tidak terlalu besar, maka dapat dipastikan produksi bawang putih di kalangan petani Indonesia dapat terhambat.


Produksi Bawang Putih di Indonesia

Bawang putih akan dapat berkembang dengan baik bila berada di dataran rendah. Daerah di Indonesia yang memiliki kriteria tanah cocok untuk pertumbuhan bawang putih adalah Yogyakarta, Brebes, Nganjuk, Mojokerto khususnya kecamatan Pacet , dan pulai dewata Bali.

Permintaan bawang putih melonjak sedangkan stok barangnya tidak ada (pasokan dari Surabaya belum sampai), sehingga harga bawang putih melonjak drastis. Akibat harga yang naik secara drastis maka omzet penjual turun dari 600-800ribu di bulan oktober. Sehari-hari bawang putih dapat terjual 5 sampai 8 karung per bulan, tapi sejak harga naik, omzet per bulan hanya 2 karung saja.

Sementara itu, pasokan bawang putih di kota Pangkal Pinang provinsi Bangka Belitung masih mencukupi permintaan konsumen karena pasokan dari daerah sentra produksi bawang di Pulau Jawa dan Sumatera meningkat. diperkirakan permintaan bawang putih, bawang merah, cabai, tomat dan sayur mayur lainnya akan meningkat seminggu menjelang Idul Adha karena sangat dibutuhkan membuat aneka masakan menyambut lebaran.

Harga bawang putih di pasar tradisonal Kota Agung, Kabupaten Tanggamus , kembali naik dari harga bawang putih berkisaran Rp8.000-Rp9.000, kini naik hingga Rp10.000 per kilogram. Kenaikan harga bawang putih ini di sejumlah pasar di Kecamatan Kota Agung dikarenakan stok bawang putih masih minim. Sedangkan permintaan sedang meningkat sehingga harga bawang putih saat ini mengalami kenaikan. Namun demikian, kenaikan harga bawang putih ini  tidak diikuti oleh bawang merah. Dimana harga bawang merah saat ini mengalami penurunan. Harga bawang merah pada minggu lalu berkisaran Rp14.000 per kilogram. Pada minggu ini turun menjadi Rp12.000 per kilogram.

Produk bawang putih impor asal Negeri Tirai Bambu Cina terus menguasai pangsa pasar dalam negeri. Setiap tahun Indonesia harus impor ratusan juta dolar. Indonesia ketergantungan bawang putih impor dari Cina sudah terjadi sejak lama. Bawang putih asal Cina ada dalam kualitas baik dan dalam harga yang sangat murah. Cina merupakak produsen bawang putih terbesar di dunia. Dengan masuknya, bawang putih impor dari Cina, maka sisi positifnya dengan banyak masuknya bawang putih dari Cina karena menyebabkan harga lebih murah bagi konsumen. Tapi, sisi petani lokal, kondisi ini lambat laun memukul produksi mereka. Diperkirakan bawang putih impor menguasai 90% lebih pasar dalam negeri dan sisanya bawang putih lokal.

Produk bawang putih lokal menghilang sejak beberapa tahun lalu. Hal itu disebabkan produk bawang putih asal Cina yang terus menguasai pasar dalam negeri. Keistimewaan bawang impor asal Cina karena harganya lebih murah dan kualitasnya lebih bagus, yakni lebih besar dan bawang lebih bersih. Stok barang pun tidak mengenal musim dan waktu, setiap hari bawang impor selalu ada dalam jumlah yang banyak. Berbeda dengan bawang putih lokal yang membutuhkan waktu cukup, baru bisa dipanen. Harga bawang puith impor cukup terjangkau, Rp 10.000/kg untuk ukuran besar, dan Rp 9.000/kg untuk ukuran sedang.


Harga Bawang Putih Stabil

Harga bawang putih cenderung stabil pada 2011 dibandingkan harga komoditi pertanian lainnya. Jika terdapat perubahan hargapun tidak berfluktuasi terlalu tinggi walaupun distribusinya agak meningkat. Data yang bersumber dari Kementerian Perdagangan pada Januari 2011, menyebutkan bahwa harga bawang putih berkisar Rp. 18.258 per kg dan pada Februari sempat turun menjadi Rp. 15.000 per kg. Bulan berikutnya, harga bawang putih kembali naik menjadi Rp. 17.571 per kg dan naik lagi menjadi Rp. 18.857 per kg pada bulan April , dan Rp. 10.000,- per kg pada 26 oktober 2011.

Stabilnya harga bawang putih akhir-akhir ini dipengaruhi oleh banyaknya pasokan bawang putih dan permintaannyapun tidak melonjak. Sebagian besar kebutuhan bawang putih nasional selama ini dipenuhi dari luar negeri atau impor. Pada 2010, impor bawang putih nasional mencapai 361.174 ton yang bernilai 245.960 juta dollar. Di awal 2011, impor bawang putih tercatat sebanyak 43.387 ton yang bernilai impor 32.318 juta dollar.

Pemerintah belum dapat memenuhi kebutuhan bawang putih dari negeri sendiri. Alasannya adalah belum tertariknya para petani menanam bawang putih karena dulu harganya murah sekali. Saat ini, harga bawang putih bisa dikatakan tinggi sehingga menarik minat para petani untuk menanamnya. Rencananya, Kementerian Pertanian akan mengkampanyekan petani untuk menanam bawang putih dan meningkatkan produksinya. 

Di Indonesia, terdapat empat sentra produksi bawang putih. Tempat-tempat tersebut adalah Tegal, Pemalang, Karanganyar, dan Palu. Pada 2011 ini, diharapkan produksi bawang putih nasional dapat meningkat kontribusinya dari 4% menjadi 8% dari kebutuhan nasional.



Bawang Putih Lokal dan Impor 

Pada pertengahan 2011 ini, para pedagang bawang putih lebih memilih menjual bawang putih impor daripada menjual bawang putih lokal. Para pedagang ini mengatakan bahwa bawang putih impor lebih disukai pembeli dan  harganya pun lebih murah dibanding dengan produk petani bawang putih dalam negeri.
Seorang pedagang grosir mengatakan bahwa ia sudah menjual bawang putih dari Cina selama berbulan-bulan. Hal ini karena para konsumen lebih banyak yang memilih bawang putih impor karena lebih besar dan bersih. Namun, masalah rasa bawang putih lokal lebih enak.

Saat ini lahan pertanian bawang putih di Pulau Jawa hanya tersisa sekitar 70 hectare dari 10 hectare. Sisanya saat ini berpusat di Tegal, Jawa Tengah. Inilah yang membuat bawang putih lokal kalah bersaing dengan Cina sehingga kehilangan pasar.



Surplus, Shortage, dan Equilibirium Bawang Putih


Kasus I à Surplus

1.       Apakah bawang putih pada harga Rp. 10.000/kg akan menjadi harga pasar yang berlaku umum ?
Tidak ! karena pada harga tersebut penjual mau menjual dengan jumlah 11.000 kg , tetapi pembeli hanya mau membeli dengan jumlah 5.000 kg. Jadi ada kelebihan (surplus supply) sebanyak 6.000 kg yang tidak terjual. Agar semua bawang putih laku terjual , penjual menurunkan harga jualnya. Jadi, harga Rp. 10.000/kg tidak akan menjadi harga yang berlaku umum dipasaran. Situasi ini disebut “buyers market” (pasar dikuasai oleh para pembeli). Jadi pembeli merupakan pihak yang kuat dari pada penjual. Karena penjual bersedia menurunkan harga dan mencari-cari pembeli agar semua bawang putih laku terjual. Hal ini akan menguntungkan bagi pembeli.


Kasus II à Shortage

2.       Apakah bawang putih pada harga Rp. 10.000/kg akan menjadi harga pasar yang berlaku umum ?
Tidak ! karena pada harga tersebut penjual ingin menjual 7.000 kg sedangkan pembeli ingin membeli sebanyak 10.000 kg. Jadi ada kekurangan (shortage supply) sebanyak 3.000 kg. Hal ini menyebabkan pembeli berani membayar dengan harga lebih tinggi. Situasi ini yang disebut “sellers market” (pasar dikuasai oleh para penjual). Jadi penjual merupakan pihak yang kuat dari pada pembeli. Hal ini akan menguntungkan pihak penjual.


Kasus III à Harga Keseimbangan (Equilibirium)

3.       Apakah bawang putih pada harga Rp. 10.000/kg akan menjadi harga pasar yang berlaku umum ?

Dapat ! karena pada harga Rp. 10.000/kg, jumlah yang mau dibeli (Qd = 6.000 kg) dan jumlah yang mau dijual (Qs = 6.000 kg) tepat sama, tidak ada kekurangan dan tidak ada kelebihan. Jadi pada harga ini semua pihak akan mendapatkan apa yang diinginkan. Dan tidak ada alasan untuk menaikan atau menurunkan harga lagi (cateris paribus). Maka harga Rp. 10.000,- ini disebut harga keseimbangan (Equilibirium Price) yaitu harga yang menyeimbangkan permintaan dan penawaran, atau P dimana Qd = Qs.


Kurva Permintaan dan Penawaran

Dengan Qd = 6.000 kg dan Qs = 6.000 kg yang pada tingkat harga sama yaitu Rp. 10.000,- maka dapat dilukiskan dengan kurva. Jumlah (Qd dan Qs) diukur pada sumbu horizontal (sumbu x) dan harga per satuan kg diukur pada sumbu tegak (sumbu Y).Perpotongan kurva tersebut menunjukan harga keseimbangan yaitu Qd = Qs = Rp. 10.000 kg .


Keterangan Gambar Harga Keseimbangan (equilibirium)



Kurva permintaan (D) turun ke kanan bawah
Kurve Permintaan (D) turun ke kanan-bawah. Kurve Penawaran (S) naik ke kanan-atas. Perpotongan kurve D dan kurva S menunjukkan harga keseimbangan, yaitu P = Rp 10.000/kg. Pada harga itu jumlah yang diperjualbelikan Q = 6.000/kg.

Pada harga lebih tinggi, daripada harga keseimbangan tersebut, terdapat surplus. Supaya barangnya laku, para penjual terdorong untuk menurunkan harga jual. Sebaliknya jika harga lebih rendah daripada Rp 10.000/kg, maka ada kekurangan (shortage) bawang putih yang akan mendorong pembeli menawar harga yang Iebih tinggi.

Dan grafik segera tampak bahwa pada semua harga yang lebih tinggi daripada harga keseimbangan (pada P>10.000), maka Qs > Qd berarti terdapat surplus. Surplus ini akan mendorong para penjual untuk menurunkan harga jualnya. Pada harga yang lebih rendah itu, para penjual akan mengurangi jumlah yang ditawarkan (= hukum penawaran). Jika harga diturunkan, para pembeli akan bersedia membeli lebih banyak atau Qd bertambah (hukum permintaan). Proses ini berjalan terus sampai surplus tersebut hilang. Jadi misalnya apakah harga Rp 10.000/kg bisa terjadi? Bisa! Apakah harga Rp 10.000 akan dapat tahan lama? Tidak! Sebab pada harga Rp 10.000/kg itu Qs > Qd (11.000 kg > 5.000 kg) berarti masih tetap ada surplus/kelebihan supply.

Demikian pula pada semua harga yang lebih rendah daripada harga keseimbangan (pada P <10.000), maka Qd > Qs ,jadi ada kekurangan supply (Shortage). Kekurangan tersebut akan mendorong para pembeli untuk menawar dengan harga lebih tinggi, agar mendapatkan bawang putih sebanyak yang dibutuhkan. Hal ini terjadi sampai tercapai keseimbangan. Jadi misalnya harga Rp 10.000/kg, apakah akan bisa tahan lama? Tidak! Sebab pada harga itu Qd > Qs (10.000 kg > 7.000 kg).

Satu-satunya harga yang dapat bertahan lama ialah harga dimana Qs = Qs. Pada harga dan kuantitas itu kecenderungan menaikkan dan menurunkan harga atau untuk menambah dan mengurangi jumlah tidak ada. Maka harga Rp 10.000 / kg pada Qd = Qs = 6.000 kg adalah harga keseimbangan (Equilibrium price).



NAMA                  : MUTHIYA GABRIELA MALAWAT dan CANDY GLORIA
KELAS                 : SMAK 04-3
NPM                     : 24210878 dan 21210516
MATKUL             : TEORI EKONOMI 1*
                                   TUGAS kelompok ke-1


REFERENSI :

Sabtu, 05 November 2011

Change in Supply


Factors that Cause the Supply Curve to Shift :


ü  Prices of relevant resources (Harga sumber daya yang relavan / harga pokok produksi)

à Kenaikan harga faktor produksi seperti tingkat upah yang lebih tinggi dan harga bahan baku yang meningkat akan menyebabkan produsen memproduksi output-nya lebih sedikit dengan jumlah anggaran yang tetap dan dapat mengurangi laba produsen. Dan apabila tingkat laba suatu industri tidak menarik lagi, mereka akan pindah ke industri lain yang mengakibatkan berkurangnya penawaran barang.  


ü  Technology (Teknologi)

à Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, efisiensi dan menciptakan barang-barang baru sehingga menyebabkan kenaikan dalam penawaran barang.  


ü  Number of sellers (Jumlah pedagang/penjual)

à Semakin banyak jumlah penjual suatu produk tertentu, maka penawaran barang tersebut akan bertambah. 


ü  Expectation of future prices (Perkiraan harga di masa depan)

à Dengan memperkirakan harga dimasa depan, produsen dapat memilih akan memproduksi berapa unit. Misal , jika harga permintaan dimasa depan akan naik dibandingkan harga saat ini, produsen dapat memproduksi lebih sedikit karena produsen lebih memilih memproduksi banyak saat harga permintaan dimasa depan meningkat.  
Atau apabila kondisi pendapatan masyarakat meningkat, biaya produksi berkurang dan tingkat harga barang dan jasa naik, maka produsen akan menambah jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Tetapi bila pendapatan masyarakat tetap, biaya produksi mengalami peningkatan, harga barang dan jasa naik, maka produsen cenderung mengurangi jumlah barang dan jasa yang ditawarkan atau beralih pada usaha lain.


ü  Taxes and subsidies

à Dengan adanya pajak, output produsen akan menurun. Sedangkan dengan adanya subsidi, output produsen akan bertambah. 


ü Government restrictions (Pembatasan oleh pemerintah / kebijakan pemerintah)

à Seperti pada kebijakan impor dan ekspor yang berfungsi untuk menekan melonjaknya penawaran dan tidak merugikan pasar nasional. 


Saya akan ambil contoh melalui baju , seperti kurva di bawah ini :



                                            
Kurva (a) menggambarkan dengan harga tetap sebesar 25, maka penawaran yang semula berada di titik A dengan nilai kuantitas 600, kemudian bergeser ke titik B dengan nilai kuantitas 900 pada harga yang sama. Jadi pada kurva a, kuantitas penawaran baju bertambah.

Kurva (b) menggambarkan dengan harga tetap sebesar 25, maka penawaran yang semula berada di titik A dengan nilai kuantitas 600, kemudian bergeser ke titik B dengan nilai kuantitas 300 pada harga yang sama. Jadi pada kurva b, kuantitas penawaran baju berkurang.

Seperti yang tampak pada bagan (a) dan (b) saya akan coba jelaskan dengan melihat kepada enam faktor diatas dengan menggunakan contoh baju :

1.       Prices of relevant resources (Harga sumber daya yang relavan / harga pokok produksi)
Untuk kurva (a) : -
Untuk kurva (b) : Dengan semakin tingginya sumber daya yang digunakan , maka produsen yang menjahit akan mengurangi kuantitas produksinya dari nilai 600 ke nilai 300 dengan harga yang tetap yaitu 25 agar semua penawaran yang ada dapat laku terjual. Hal ini terlihat dari pergeseran kurva supplay ke kiri.


2.       Technology (Teknologi)

Untuk kurva (a) : Dengan semakin majunya teknologi seperti penggunaan mesin jahit pada baju yang akan dijahit, hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi. Penggunaan teknologi internet juga dapat digunakan untuk mencari ide-ide baru dalam pembuatan baju. Hal-hal tersebut dapat membuat penawaran baju meningkat yang menyebabkan kurva supply, bergeser ke kanan.
Untuk kurva (b) : -


3.       Number of sellers (Jumlah pedagang/penjual)

Untuk kurva (a) : Contohnya dengan semakin banyak penjual baju yang ada, maka semakin banyak jumlah penawaran yang akan tercipta. Hal tersebut akan menggeser kurva supply ke arah kanan pada tingkat harga yang sama.
Untuk kurva (b) : -


4.       Expectation of future prices (Perkiraan harga di masa depan)

Untuk kurva (a) : Contohnya dimasa depan saat adanya world cup, produsen baju akan mengurangi produksi baju bolanya  dan akan menambah produksinya saat world cup akan diselenggarakan. Hal tersebut akan menggeser kurva supply ke arah kanan pada tingkat harga yang sama.

Untuk kurva (b) : Kebalikan dari kurva a, saat diperkirakan dimasa depan world cup akan berakhir diselenggarakan, produsen akan memproduksi baju lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Hal tersebut menggerser kurva supply kearah kiri pada tingkat harga yang sama.


5.       Taxes and subsidies

Untuk kurva (a) : Dengan adanya subsidi yang diberikan oleh pemerintah, maka produsen dapat membuat baju yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya tetapi dengan harga yang sama. Hal tersebut yang menyebabkan kurva supply bergeser ke arah kanan pada tingkat harga yang sama.


Untuk kurva (b) : Dengan adanya pajak yang dipungut oleh pemerintah, maka produsen mengurangi anggaran biaya produksi baju untuk membayar pajak sehingga jumlah produksi akan berkurang. Hal tersebut yang menyebabkan kurva supply bergeser ke arah kiri pada tingkat harga yang sama.


6.       Government restrictions (Pembatasan oleh pemerintah / kebijakan pemerintah)

Untuk kurva (a) : Jika dengan contoh impor, maka baju-baju dari luar negeri akan masuk ke dalam negeri yang menyebabkan barang tersebut di dalam negeri bertambah karena terdiri dari barang lokal dan impor. Dengan begitu , maka penawaran akan semakin bertambah dan akan menggeser kurva penawaran ke kanan pada harga yang tetap.

Untuk kurva (b) : Dengan contoh ekspor yang dilakukan dari dalam negara ke negara lain, sehingga jumlah penawaran atas baju dalam negara akan berkurang yang terlihat dari pergeseran kurva supplay ke kiri.



Floor Price dan Ceiling Price





Suatu kebijakan pemerintah dalam perekonomian untuk mempengaruhi bekerjanya mekanisme pasar, yang bertujuan mengendalikan keseimbangan (ekuilibrium) pasar

1.       Mengapa Kebijakan Floor Price menyebabkan terjadinya penawaran yang berlebih (surplus supply) ???

Floor price / Harga dasar adalah harga eceran terendah yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap suatu barang, yang disebabkan oleh melimpahnya penawaran barang tersebut di pasar. Letak batas floor price ada diatas titik harga pasar (ekuilibirium). Kebijakan harga terendah (floor price), efektif melindungi produsen dari penurunan harga barang sampai tak terhingga sehingga produsen akan menjual barangnya lebih banyak, sedangkan tingkat permintaan oleh konsumen akan menurun karena faktor daya belinya berkurang. Kelebihan penawaran yang terjadi di pasar dapat dibeli oleh pemerintah dengan kualitas yang sudah teruji atau dengan membuat kebijakan yang mempermudah barang tersebut untuk diekspor setelah memenuhi kebutuhan dalam negeri.


2.       Mengapa Kebijakan Ceiling Price menyebabkan terjadinya kekurangan (shortage) ???

Ceiling price / Harga tertinggi adalah harga maksimum yang ditetapkan berkenaan dengan menurunnya penawaran barang di pasar. Pemerintah menerapkan kebijakan ini untuk menetapkan harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar (ekuilibirium) yang mengakibatkan kelebihan permintaan (surplus demand).Posisi ceiling price ada dibawah titik keseimbangan pasar (ekuilibirium). Kebijakan harga tertinggi (ceiling price), digunakan untuk melindungi konsumen dari gejolak kenaikan harga tak terhingga. Dampak dari kebijakan ini yaitu pemerintah harus menyediakan barang lebih banyak sesuai dengan jumlah permintaan yang ada di masyarakat karena terdapat kesenjangan antara penawaran dengan permintaan (shortage) dengan cara penambahan barang yang dilakukan dengan memberikan subsidi, impor barang, mengurangi pajak, dll.